Ketika Partai Buruh Anggap KPU Tak Adil terhadap Pendatang Baru dan Ungkit Rencana Kerahkan Massa...
JAKARTA - Partai Buruh beraudiensi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung KPU RI, Jakarta, Kamis (9/6/2022). Dalam audiensi tersebut, salah satu hal yang disampaikan partai besutan aktivis buruh Said Iqbal tersebut adalah keberatan soal penetapan masa kampanye 75 hari.
Sebelumnya, masa kampanye 75 hari ini disepakati dalam rancangan Peraturan KPU (PKPU) bersama Kementerian Dalam Negeri dan DPR RI dalam rapat kerja di Komisi II, Selasa (7/6/2022). Partai Buruh menilai bahwa hal itu melanggar Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut tafsir mereka, masa kampanye seharusnya berlangsung 9 bulan kurang 3 hari, merujuk pada Pasal 247 dan Pasal 276 undang-undang itu. "Sembilan bulan itu sudah dipikirkan oleh semua yang terlibat dalam proses pembuatan undang-undang, cukup bagi partai parlemen, bagi partai nonparlemen, bagi partai baru. Sekarang tiba-tiba dibuat kesepakatan, lebih tinggi undang-undang atau kesepakatan?" kritik Said Iqbal di hadapan wartawan.Anggap KPU ditekan oligarki partai
Partai Buruh menilai independensi KPU sedikit "tergadaikan" dalam rancangan PKPU itu. Partai Buruh beranggapan, KPU semestinya tak perlu mencari persetujuan parlemen dan pemerintah dalam menentukan rancangan PKPU, sebagaimana yang terjadi lewat rapat kerja di Komisi II DPR RI pada Selasa lalu.
"Kenapa KPU tunduk kepada DPR dan pemerintah, sehingga perlu membuat kesepakatan?" ujar Presiden Partai Buruh Said Iqbal dalam audiensi dengan KPU, Kamis (9/6/2022).
Said merasa, kesepakatan itu tidak adil bagi partai-partai nonparlemen, khususnya partai baru seperti Partai Buruh. Meskipun secara kelembagaan adalah Dewan, namun Partai Buruh menilai bahwa tak dapat dimungkiri anggota-anggotanya berbaju partai politik masing-masing yang berkepentingan untuk mempertahankan kekuasaan mereka di Senayan.
Produk kesepakatan itu, yakni masa kampanye hanya 75 hari, dianggap Said cs tak adil bagi partai-partai baru seperti mereka. Sementara itu, partai-partai di DPR malah punya keuntungan lebih besar karena sebelum menjalani kampanye yang singkat, anggota-anggotanya bisa sering turun lapangan lewat reses.
Situasi ini yang, menurut Said, menekan KPU. Terlebih, KPU juga pernah mengeluhkan anggaran penyelenggaraan pemilu yang tak kunjung dicairkan.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal usai beraudiensi dengan KPU RI, Kamis (9/6/2022). |
Produk kesepakatan itu, yakni masa kampanye hanya 75 hari, dianggap Said cs tak adil bagi partai-partai baru seperti mereka. Sementara itu, partai-partai di DPR malah punya keuntungan lebih besar karena sebelum menjalani kampanye yang singkat, anggota-anggotanya bisa sering turun lapangan lewat reses.
Situasi ini yang, menurut Said, menekan KPU. Terlebih, KPU juga pernah mengeluhkan anggaran penyelenggaraan pemilu yang tak kunjung dicairkan.
"Jangan persoalan anggaran membuat independensi KPU jadi hilang, seolah setiap keputusan KPU harus bersama dengan DPR dan pemerintah, itu salah," ungkapnya.
"DPR itu kan produk dari partai politik, nggak boleh dong, tidak adil. Kita nggak akan bisa lolos kalau begitu. Beri kami ruang yang sama, beri rasa keadilan yang sama yang mana itu juga asas pemilu, perintah konstitusi," kata dia.
Ungkit rencana pengerahan massa
Ungkit rencana pengerahan massa
Said kemudian mengungkit rencana pengerahan massa apabila protes mereka terhadap KPU tidak diindahkan. Menurutnya, kedatangan Partai Buruh kemarin merupakan bentuk "warning" atau peringatan agar "jangan main-main". "Karena partai buruh partai massa, kami bisa gerakkan ratusan ribu, bahkan jutaan orang," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tersebut.
"Ini enggak mengancam juga, jauh enggak (mengancam), justru kami enggak mau karena ada kecurangan,nada politik uang, tidak bersih, tidak jurdil, akhirnya di lini massa kami terjadi gejolak yang begitu kuat," jelasnya. Said mengaku paham bahwa pihaknya, jika merasa benar, akan ditantang untuk menggugat PKPU itu seandainya telah disahkan.
Namun, lagi-lagi ia mengingatkan, ia khawatir karena partai massa "agak berbeda". Rekam jejak pengerahan massa itu, kata Said, bisa dilihat dari beberapa aksi unjuk rasa terdahulu, seperti demo tolak Omnibus Law.
"Kami akan gugat, tapi sekali kami gugat pasti massa. Kalau KPU mau begitu, negara ini makin panas, ya silakan saja, tapi kami yakin KPU tidak di situ," ujar Said.
Namun, lagi-lagi ia mengingatkan, ia khawatir karena partai massa "agak berbeda". Rekam jejak pengerahan massa itu, kata Said, bisa dilihat dari beberapa aksi unjuk rasa terdahulu, seperti demo tolak Omnibus Law.
"Kami akan gugat, tapi sekali kami gugat pasti massa. Kalau KPU mau begitu, negara ini makin panas, ya silakan saja, tapi kami yakin KPU tidak di situ," ujar Said.
"Kalau tidak dicabut, kami bisa pastikan aksi-aksi massa, pukuhan ribu buruh, petani, nelayan, dan konstituen partai buruh akan ada di depan KPU, terus-menerus sampai masa kampanye dicabut dikembalikan ke undang-undang (tentang Pemilu) yaitu 9 bulan," jelasnya.
Jawaban KPU
Jawaban KPU
Komisioner KPU Idham Holik mengeklaim bahwa seluruh partai politik bakal diberi akses dan ruang yang sama dalam menghadapi Pemilu 2024 dan masa kampanye yang telah ditetapkan hanya 75 hari.
"Tidak ada yang kami tutupi, tdak ada kami yang kami hambat aksesnya," kata Idham kepada Said dalam audiensi.
"Semua partai kami berikan akses yang sama, seadil-adilnya. Jika nanti sekiranya ada hal yang perlu dikonfirmasi, perlu diingatkan kepada kami, dengan senang hati kami akan terbuka," ungkapnya.
Idham juga menjamin bahwa KPU bakal meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan para partai politik. Idham mengaku berterima kasih atas kritik itu, namun menyinggung bahwa terdapat mekanisme resmi terkait pengawasan penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
"Menurut Undang-undang Pemilu tidak hanya KPU, ada Bawaslu, ada DKPP, (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu). Terkait dengan penyelenggaraan pemilu, kami juga diawasi oleh Bawaslu dan semua pihak," kata Idham.(KOMPAS.com)
No comments