PPDB Sistem Zonasi Atasi Permasalahan Kekurangan Guru

Kadisdik Provinsi Sumatra Selatan, Drs. Widodo M.Pd

PALEMBANG, onews – Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Selatan (Sumsel) berencana menerapkan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018 di tingkat SMP dan SMA. Penerapan sistem zonasi dilakukan berdasarkan pengarahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di Jakarta.

Dalam kebijakan ini, pemerintah juga melakukan upaya dalam melakukan pemerataan guru. Yakni salah satunya pada kebijakan baru tersebut guru bisa mengajar di sekolah yang zonasi dengan kediaman atau rumah guru tersebut.

“Jadi, guru bisa mutasi ke sekolah yang berdekatan dengan rumah, dengan catatan sekolah tersebut sedang mengalami kekurangan guru,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Drs Widodo MPd, belum lama ini.

Regulasi baru lainnya terkait upaya dalam pemerataan guru yakni guru sudah bisa dilakukan mutasi tidak harus menunggu masa pengabdian lima tahun. “Dua tahun mengabdi pun sudah bisa dimutasi, untuk memenuhi kebutuhan tenaga pengajar di tempat yang membutuhkan,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan tersebut diharapkan bisa meminimalisir penumpukan guru di sekolah tertentu dan ditargetkan 2018 khusus SMA/SMK di Sumsel sudah menuntaskan persoalan pemerataan guru. “Jadi, 2018 nanti tidak ada lagi penumpukan guru SMA/SMK di Sumsel,” harapnya.

Seperti diketahui, sistem zonasi ini juga diberlakukan pada proses PPDB 2018. Dalam Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017, khusus Pasal 15, bertujuan untuk mencapai keadilan tanpa diskriminasi. Dalam pasal ini, proses PPDB dilakukan dengan sistem zonasi lantaran diyakini dapat mengakomodasi dan melindungi siswa tidak mampu agar mendapatkan sekolah negeri yang dekat dengan daerah domisilinya dan menghentikan praktik jual beli kursi saat penerimaan peserta didik baru.

Widodo menjelaskan, penerapan PPDB sistem zonasi diterapkan jenjang SMA agar lebih transparan. Sebelum kebijakan ini keluar sistem PPDB selama ini masih berwujud kompetisi. “Dengan zonasi agendanya 2-3 tahun ke depan sudah semakin merata sekolah favorit,” ujarnya.

Dia menyebutkan, sistem zonasi ini pada prinsipnya 90 persen diperuntukkan bagi siswa yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah. Lalu 5 persen untuk siswa berprestasi yang berdomisili diluar radius terdekat dari sekolah. Sedangkan 5 persen lagi untuk siswa yang berdomisili diluar radius zona terdekat dengan alasan khusus.

“Syarat domisili ini berdasarkan pada alamat kartu keluarga, dan radius terdekat ditetapkan pemerintah daerah setempat,” terangnya.

Widodo menambahkan, manfaat sistem zonasi ini bisa menjamin pemerataan akses layanan pendidikan bagi siswa. Selain itu mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga. “Kebijakan ini juga diharapkan bisa menghilangkan ekslusivitas dan deskriminasi di sekolah negeri. Selain itu membantu pemerintah dalam perhitungan kebutihan dan distribusi guru,” ujarnya.

Untuk jumlah rombongan belajar (rombel), sebut Widodo, jenjang SD minimal ada enam rombel dan maksimal 24 rombel, pada jenjang SMP minimal ada tiga rombel dan maksimal 33 rombel. Untuk SMA minimal tiga rombel dan maksimal 36 rombel, kemudian untuk SMK minimal ada tiga rombel dan maksimalnya 72 rombel. (red)