|
BPOM diminta periksa Indomie rasa ayam spesial dari Indonesia yang mengandung zat karsinogenik etilen oksida. (CNN Indonesia/ Aria Ananda).
|
JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) segera melakukan audit dan investigasi atas temuan otoritas Taiwan terkait Indomie rasa ayam spesial dari Indonesia yang mengandung zat karsinogenik etilen oksida.
Tak hanya Taiwan, belakangan Malaysia juga ikut menarik Indomie rasa ayam spesial dari pasar.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mendorong investigasi wajib dilakukan untuk menemukan titik terang apakah mi instan dengan merek dan varian yang sama di Taiwan juga beredar di pasar Indonesia.
"Audit dan investigasi harus dilakukan. BPOM harus memastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia juga," kata Tulus kepada CNNIndonesia.com, Jumat (27/4).
Tulus mengatakan andai kata hasil investigasi BPOM menyimpulkan bahwa mi instan yang mengandung etilen oksida itu tidak ditemukan dan beredar di Indonesia, maka BPOM menurutnya harus tetap memastikan produk yang beredar di Indonesia aman sesuai standar.
Sebab Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah FAO hingga kini belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).
Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg.
Pun setiap negara memiliki batas maksimum EtO yang berbeda-beda. Namun Tulus tetap mewanti-wanti agar jangan sampai parameter standar di Indonesia tertinggal dari negara lain.
"Temuan-temuan suatu zat berbahaya kan terus berkembang. Bisa saja suatu ketika tidak dinyatakan bahaya, tapi karena ada temuan baru dianggap berbahaya," ujarnya.
Bahan pangan di Taiwan, lanjut Tulus, tidak boleh mengandung EtO, sedangkan di Indonesia melalui regulasi SK Kepala BPOM Nomor 229 Tahun 2022, masih boleh mengandung EtO, maksimum 0,01 ppm.
"Artinya, kandungan EtO pada bahan pangan di Indonesia itu legal," kata dia.
Dengan demikian, Tulus menilai seharusnya EtO yang ditetapkan BPOM juga harus mengikuti standar Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Standar Eropa untuk EtO adalah 0, 01 sd 0,1 (tergantung produk). Ia juga memahami, EtO masih legal di beberapa negara lain seperti: AS, Kanada, Korsel, dan Jepang.
Namun demikian, demi memberikan perlindungan yang lebih tinggi dan optimal pada konsumen dan masyarakat, sebaiknya BPOM meningkatkan standar yang ada, yakni zero EtO.
"Jadi regulasi teknis yang sudah ada tentang mitigasi risiko kesehatan Etilen Oksida harus direvisi atau diupgrade. Kebijakan pemerintah Taiwan dan juga Malaysia, seharusnya bisa menjadi contoh," ujarnya.
Kemenkes Taiwan sebelumnya juga menemukan zat serupa di mi instan produksi Malaysia, Mi Kari Putih Ah Lai. Taiwan News melaporkan mie instan dari Indonesia dan Malaysia itu disebut mengandung etilen oksida, senyawa kimia yang terkait dengan limfoma dan leukemia.
Berdasarkan hasil pengujian, etilen oksida itu terdeteksi baik pada mie maupun bumbu dari produk Malaysia. Untuk produk mie Indonesia, etilen oksida hanya ditemukan di paket bumbu.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah buka suara soal temuan zat pemicu kanker di Indomie Rasa Ayam Spesial tersebut.
Direktur Indofood Fransiscus (Franky) Welirang mengatakan sejatinya produk mi instan yang diekspor perusahaannya sudah sesuai dengan ketentuan BPOM dan Badan Pengawas Makanan dan Obat dari negara tujuan.
"Pada prinsipnya kami mengikuti ketentuan BPOM dan ketentuan FDA dari negara-negara pengimpor produk kami," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/4) lalu.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Deputi Badan Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang untuk meminta konfirmasi perihal temuan ini, namun yang bersangkutan belum memberikan penjelasannya.
Terpisah, Humas BPOM telah menyanggupi untuk memberikan keterangan atas perkembangan kasus ini pada Rabu (25/4). Namun, belum ada keterangan tertulis yang dirilis oleh BPOM baik melalui situs resmi atau komunikasi pesan suara.(CNN Indonesia)
No comments