Melihat Kinerja Pertumbuhan Ekonomi Era Jokowi vs SBY
JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 tercatat sebesar 5,31 persen secara year-on-year (yoy), menjadi angka tertinggi sepanjang Joko Widodo (Jokowi) memerintah atau dalam sembilan tahun terakhir.
Apakah periode sebelumnya pernah lebih tinggi? Mengacu pada laporan Data dan Informasi Kinerja Pembangunan 2004-2012 yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 6,5 persen pada 2011 atau pada era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat sebagai presiden.
Bila melihat persamaan dari pertumbuhan ekonomi tertinggi baik pada era Jokowi maupun SBY, capaian tersebut sama-sama terjadi di periode kedua jabatan presiden tersebut.
Adapun jika melihat basis point di awal Jokowi dan SBY menjabat, sama sama mengawali kepemimpinan dengan pertumbuhan ekonomi di angka 5 persen.
Era Jokowi
2014 (Peralihan SBY-Jokowi) – 5,01 persen
2015 – 4,88 persen
2016 – 5,03 persen
2017 – 5,07 persen
2018 – 5,17 persen
2019 – 5,02 persen
2020 – minus 2,07 persen
2021 – 3,7 persen
2022 – 5,31 persen
Melihat tren pertumbuhan ekonomi Indonesia selama Jokowi menjabat sebagai presiden atau pada periode pertama atau pada masa peralihan dari pemerintahan SBY, produk domestik bruto (PDB) berada pada angka 5,01 persen.
Tahun berikutnya atau pada 2015 merosot ke 4,88 persen, yang kemudian berhasil naik menuju 5,03 persen pada 2016 atau lebih tinggi dari capaian 2014. Pada tahun keempat Pemerintahan Jokowi di 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus naik dan menuju ke angka 5,07 persen dan mencapai ke level 5,17 persen pada 2018.
Memasuki periode kedua pemerintah Jokowi atau pada 2019, pertumbuhan ekonomi terpantau melambat ke level 5,02 persen. Kala pandemi Covid-19 menghantam Indonesia pada 2020, membuat mobilitas dan kegiatan masyarakat terhenti yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot signifikan ke minus 2,07 persen.
Pemerintah terus berusaha untuk memulihkan ekonomi dengan program Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Dalam APBN, pemerintah mengalokasikan dana khusus untuk PC-PEN berupa biaya kesehatan khusus Covid-19 dan bantuan perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat.
Akselerasi vaksin terus dilakukan untuk memastikan aktivitas ekonomi dapat berjalan di tengah pemulihan pascaCovid-19. BPS mencatat pada 2021 Indonesia mulai bangkit dengan pertumbuhan ekonomi menyentuh 3,7 persen. Bahkan, pada 2022 pertumbuhan ekonomi Indonesia rebound ke 5,31 persen, lebih tinggi dari sebelum pandemi Covid-19 atau sepanjang 9 tahun Jokowi menjabat sebagai presiden.
Dari seluruh lapangan usaha, sektor transportasi dan pergudangan serta akomodasi & makan minum mencatatkan pertumbuhan di atas 10 persen pada 2022, yaitu masing-masing mencapai 19,87 persen dan 11,97 persen.
Era SBY
2004 – 5 persen
2005 – 5,7 persen
2006 – 5,5 persen
2007 – 6,3 persen
2008 – 6 persen
2009 – 4,6 persen
2010 – 6,2 persen
2011 – 6,5 persen
2012 – 6,2 persen
2013 – 5,78 persen
2014 (Peralihan SBY-Jokowi) – 5,01 persen
Sejak periode awal Presiden SBY atau pada 2004, pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapi 5 persen. Tahun-tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi terpantau cukup stabil, namun terjadi perlambatan pada 2009 akibat krisis ekonomi di Amerika Serikat yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi hampir di semua negara.
Memasuki 2005, pertumbuhan ekonomi terjaga di level 5 persen, tepatnya 5,7 persen dan pada 2006 ke 5,5 persen. Baru pada 2007 pertumbuhan ekonomi Indonesia menyentuh level 6,3 persen dan tahun berikutnya ke 6 persen.
Sebagai dampak krisis ekonomi di AS, ekonomi Indonesia masih bertahan di level 4,6 persen. Pada 2010 ekonomi Indonesia berhasil bangkit ke 6,2 persen yang mendekati capaian 2007. Dua tahun sebelum berakhirnya pemerintahan SBY, tercatat pertumbuhan ekonomi tertinggi yang mencapai 6,5 persen, namun tahun berikutnya mengalami tren penurunan ke 6,2 persen (2012) dan 5,78 persen (2013.
Sementara di masa peralihan SBY ke Jokowi, tercatat pertumbuhan ekonomi di level 5,01 persen. Sejak 2005, dalam catatan Bappenas dan BPS, pertumbuhan industri menurun, namun sejak triwulan III/2009 industri pengolahan meningkat mendekati pertumbuhan PDB dan industri non- migas tumbuh lebih tinggi dari PDB 2011 dan 2012, dengan penggerak utama industri makanan, minuman dan tembakau, industri alat angkut, industri logam dasar, serta industri tekstil dan produk tekstil.
Subsektor industri ini, menyerap banyak tenaga kerja, sehingga menyumbang penumbuhan lapangan kerja formal. Pertumbuhan ekonomi pada periode SBY ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan PMTB sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi yang tetap tumbuh positif di tengah gejolak krisis ekonomi dunia mulai 2008.
Dengan stabilitas ekonomi yang terjaga telah meningkatkan daya beli masyarakat serta menarik investor asing dan domestik untuk berinvestasi di Indonesia.(Bisnis.com)
No comments