September Meriah: BLT BBM Bisa Lawan Kemiskinan, Tapi Tidak Inflasi
Ekonomi meyakini BLT BBM akan meredam dampak kenaikan harga BBM dan ancaman kemiskinan, namun tetap membuat lonjakan inflasi. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma).
JAKARTA -- Pemerintah belum juga merealisasikan rencana menaikkan harga Pertalite dan Solar. Malah, di tengah penantian kenaikan harga BBM bersubsidi, Pertamina mengumumkan penurunan harga Pertamax Turbo cs.
Iya, Pertamax Turbo turun Rp2.000 per liter menjadi Rp15.900. Harga Dexlite dan Pertamina Dex juga ikut turun masing-masing Rp700 dan Rp1.500 per liter. Kini, Dexlite dibanderol Rp17.100 per liter, sedangkan Pertamina Dex dihargai Rp17.400 per liter.
Kondisi ini bertolak belakang dengan penerawangan sejumlah pejabat yang menduga-duga kenaikan harga Pertalite dan Solar akan diumumkan pada Rabu (31/8) tengah malam atawa memasuki Kamis, 1 September 2022.
Menteri ESDM Arifin Tasrif, salah satunya yang blak-blakan meminta masyarakat menunggu.
"Ya, tunggu saja besok (Rabu-pengumuman kenaikan harga BBM subsidi)," ujarnya Selasa (30/8) lalu.
Sinyal kenaikan harga BBM juga disampaikan Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak. Ia menyebut revisi final Peraturan Presiden 191 Tahun 2014 telah disampaikan ke meja Kementerian BUMN.
"Sudah rampung, sudah. Saat ini, final (revisi perpres) di Kementerian BUMN," jelasnya.
Kabar kenaikan harga Pertalite dan Solar sudah santer bergema 1-2 pekan terakhir karena lonjakan subsidi energi membengkak berlipat-lipat. Tadinya, subsidi energi dianggarkan Rp170 triliun, namun karena kenaikan harga minyak mentah, subsidi diperkirakan jadi Rp502 triliun.
Nilai tersebut diprediksi bakal bertambah lagi Rp195,6 triliun menjadi Rp698 triliun sampai akhir tahun, jika harga BBM tidak dinaikkan dan berkaca pada kondisi saat ini kenaikan harga minyak mentah dan penguatan dolar AS terhadap banyak mata uang asing, termasuk rupiah.
Awal pekan ini, pemerintah juga mengumumkan akan menyalurkan bansos tambahan untuk meredam kenaikan harga BBM. Bansos berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk lebih dari 20 juta keluarga harapan sebesar Rp600 ribu, dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi 16 juta pekerja bergaji di bawah Rp3,5 juta.
Tak cuma itu, pemerintah juga menyisihkan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) di kantong pemerintah daerah (pemda) untuk mensubsidi ojek, offline maupun ojek online, termasuk nelayan untuk bantalan sosial di tengah kenaikan harga-harga.
"Bapak presiden meminta supaya kami menyampaikan kepada masyarakat bahwa pemerintah akan memberikan bantalan sosial tambahan sebagai bentuk pengalihan subsidi BBM sebesar Rp24,17 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di istana negara, Senin (29/8) lalu.
Menanggapi hal itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede optimistis kenaikan harga BBM tidak akan berdampak besar terhadap garis kemiskinan. Toh, ia menyebut pemerintah melakukan antisipasi dengan memberikan bansos ekstra.
"Dengan diumumkannya bantalan sosial terlebih dahulu, maka kecemasan masyarakat miskin mengenai daya beli mereka bisa berkurang dan mengurangi potensi gejolak sosial yang terjadi," ungkapnya.
Namun, Josua mengingatkan dampak kenaikan harga BBM tetap akan terlihat nyata pada inflasi. Diperkirakan inflasi bisa tembus 6,7 persen hingga akhir tahun nanti, dengan asumsi harga Pertalite naik jadi Rp10.000 per liter dan Solar naik jadi Rp7.200 per liter.
"Jadi, secara keseluruhan, jika pemerintah menaikkan harga Pertalite menjadi Rp10 ribu dan Solar menjadi Rp7.200, maka ada tambahan inflasi sekitar 2,05 persen," terang dia.
Inflasi yang melonjak ini, sudah pasti direspons dengan kenaikan suku bunga oleh Bank Indonesia (BI), sehingga akan mengganggu pertumbuhan ekonomi yang sedang bangkit. Kendati demikian, imbasnya baru akan lebih terlihat pada perekonomian tahun depan.
"Dampak kenaikan harga BBM tersebut akan lebih signifikan pada pertumbuhan ekonomi 2023 yang diperkirakan cenderung melambat ke kisaran 4,8-4,9 persen," imbuhnya.
Sementara itu, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai jika pemerintah nekat menaikkan harga BBM bersubsidi, maka bisa dipastikan tidak hanya inflasi yang melonjak, tapi jumlah orang miskin juga bertambah banyak.
Apalagi, saat ini masyarakat menghadapi tekanan akibat kenaikan harga pangan yang mendorong inflasi hampir menyentuh 5 persen pada Juli 2022.
Di sisi lain, masih ada masyarakat yang belum pulih dari pandemi, sehingga saat kenaikan harga BBM dilakukan, kekhawatirannya tekanan ekonomi terhadap 40 persen kalangan rumah tangga bawah akan semakin berat.
Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan berada pada level 9,54 persen atau sebanyak 21,16 juta orang hingga Maret 2022. Jumlah ini turun dari September 2021 yang sebesar 9,71 persen atau 26,5 juta orang. Tetapi, ada ketakutan kondisi ini akan berbalik arah, kemiskinan justru naik di September mendatang.
"Kemiskinan bisa kembali menjadi 10 persen apabila kenaikan harga Pertalite dan Solar masing-masing 30 persen," tutur Bhima.
Dampak kenaikan harga BBM juga akan dirasakan masyarakat kelompok menengah rentan yang selama ini menggunakan BBM bersubsidi.
Karenanya, pemerintah harus siap-siap, kalau kategori masyarakat tersebut turun kelas. Kondisi ini akan membuat daya beli masyarakat semakin turun dan inflasi akan terus melonjak. Diperkirakan mencapai 7 persen hingga akhir tahun.
"Konsumsi rumah tangga, investasi akan terdampak kenaikan harga BBM. Investor masih wait and see untuk realisasikan investasi, terutama di sektor transportasi, ritel, pakaian jadi hingga sektor properti. Jadi, secara overall di 2022 pertumbuhan ekonomi proyeksinya hanya mampu tumbuh 4,9 persen," tandasnya.(CNN Indonesia)
No comments